Malik Al Saleh
Sebelum Dinasti Usmaniyah di Turki berdiri pada tahun 699 H-1341 H atau
bersamaan dgn tahun 1385 M-1923 M ternyata nun jauh di belahan dunia
sebelah timur di dunia bagian Asia telah muncul Kerajaan Islam
Samudera-Pasai yg berada di wilayah Aceh yg didirikan oleh Meurah Silu
(Meurah berarti Maharaja dalam bahasa Aceh) yg segera berganti nama
setelah masuk Islam dgn nama Malik al-Saleh yg meninggal pada tahun
1297.
Dimana pengganti tak jelas namun pada tahun 1345 Samudera-Pasai
diperintah oleh Malik Al Zahir cucu daripada Malik al-Saleh.
Samudera Pasai - Lahir Kerajaan Islam Samudera Pasai
Kedaulatan kerajaan Sriwijaya (684 M- 1377 M) dibawah dinasti Syailendra
dgn raja yg pertama Balaputera Dewa yg berpusat di Palembang Sumatera
Selatan makin kuat dan daerah semakin meluas setelah daerah kerajaan
Melayu; Tulang Bawang Pulau Bangka Jambi Genting Kra dan daerah Jawa
Barat didudukinya. Ketika Sriwijaya sedang mencapai puncak kekuatan
ternyata mengundang raja Rajendra Chola dari Chola di India selatan tak
bisa menahan nafsu serakah maka pada tahun 1023 lahirlah serangan dari
raja India selatan ini kepada Sriwijaya.
Dalam pertempuran dinasti Syailendra tak mampu menahan serangan tentara
India selatan ini raja Sriwijaya ditawan dan tentara Chola dari India
selatan ini kembali ke negerinya. Walaupun Sriwijaya bisa dilumpuhkan
tetapi tetap kerajaan Buddha ini hidup sampai pada tahun 1377.
Disaat-saat Sriwijaya ini lemah muncullah kerajaan Islam Samudera-Pasai
di Aceh dgn raja Malik Al Saleh dan diteruskan oleh cucu Malik Al Zahir.
Politik Samudera Pasai bertentangan dgn Politik Gajah Mada
Gajah Mada yg diangkat sebagai patih di Kahuripan (1319-1321) oleh raja
Jayanegara dari Majapahit. Dan pada tahun 1331 naik pangkat Gajah Mada
menjadi mahapatih Majapahit yg diangkat oleh raja Tribuana Tunggadewi.
Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit inilah keluar
ucapan yg disebut dgn sumpah palapa yg berisikan "dia tak akan menikmati
palapa sebelum seluruh Nusantara berada dibawah kekuasaan kerajaan
Majapahit". Ternyata dgn dasar sumpah palapa inilah Gajah Mada merasa
tak senang ketika mendengar dan melihat bahwa Samudera Pasai di Aceh
makin berkembang dan maju. Pada tahun 1350 Majapahit ingin menggempur
Samudera Pasai tetapi Majapahit tak pernah mencapai kerajaan Samudra
Pasai krn di hadang askar Sriwijaya. Selama 27 tahun Majapahit dendam
terhadap kerajaan Sriwijaya dan kemudian pada tahun 1377 giliran
Sriwijaya digempur sehingga habislah riwayat Sriwijaya sebagai negara
Budha yg berpusat di Palembang ini.
Sultan Iskandar Muda
Aceh merupakan negeri yg amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya.
Menurut seorang penjelajah asal Perancis yg tiba pada masa kejayaan Aceh
di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam kekuasaan Aceh
mencapai pesisir barat Minangkabau Sumatera Timur hingga Perak di
semenanjung Malaysia.Aceh merupakan salah satu bangsa di pulau Sumatra
yg memiliki tradisi militer dan pernah menjadi bangsa terkuat di Selat
Malaka yg meliputi wilayah Sumatra dan Semenanjung Melayu ketika dibawah
kekuasaan Iskandar Muda.
Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dgn seorang putri dari Kesultanan
Pahang. Putri ini dikenal dgn nama Putroe Phang. Konon krn terlalu cinta
sang Sultan dgn istri Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di
tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabar sang
puteri selalu sedih krn memendam rindu yg amat sangat terhadap kampung
halaman yg berbukit-bukit. Oleh krn itu Sultan membangun Gunongan utk
mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat
disaksikan dan dikunjungi.
Aceh melawan Portugis
Ketika kerajaan Islam Samudera Pasai dalam krisis maka kerajaan Islam
Malaka yg muncul dibawah Parameswara (Paramisora) yg berganti nama
setelah masuk Islam dgn panggilan Iskandar Syah. Kerajaan Islam Malaka
ini maju pesat sampai pada tahun 1511 ketika Portugis dibawah pimpinan
Albuquerque dgn armada menaklukan Malaka.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis kembali Aceh bangkit dibawah
pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Yang diteruskan oleh
Sultan Salahuddin (1528-1537). Sultan Alauddin Riayat Syahal Kahar
(1537-1568). Sultan Ali Riyat Syah (1568-1573). Sultan Seri Alam (1576.
Sultan Muda (1604-1607). Sultan Iskandar Muda gelar marhum mahkota alam
(1607-1636). Semua serangan yg dilancarkan pihak Portugis dapat
ditangkisnya.
Pada abad ke-16 Ratu Inggris yg paling berjaya Elizabeth I sang Perawan
mengirim utusan bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan
pula mengirim surat bertujuan "Kepada Saudara Hamba Raja Aceh
Darussalam" serta seperangkat perhiasan yg tinggi nilainya. Sultan Aceh
kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di Inggeris dan mengizinkan
Inggris utk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan
Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yg amat berharga termasuk sepasang
gelang dari batu rubi dan surat yg ditulis di atas kertas yg halus dgn
tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih". Hubungan
yg misra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I
dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai
hadiah utk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan
dikenal dgn nama Meriam Raja James.
Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits -pendiri dinasti Oranje- juga
pernah mengirim surat dgn maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh
Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dgn mengirimkan
rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku
Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang Indonesia pertama
yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul Hamid sakit dan
akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dgn
dihadiri ileh para pembesar-pembesar Belanda. Namun krn orang Belanda
belum pernah memakamkan orang Islam maka beliau dimakamkan dgn cara
agama nasrani di pekarangan sebuah Gereja. Kini di makam beliau terdapat
sebuah prasasti yg dirasmikan oleh Mendinag Yang Mulia Pangeran Bernard
suami menidiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Maha Mulia Ratu Beatrix.
Pada masa Iskandar muda Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap
sultan Empayar Turki Uthmaniyyah yg berkedudukan di Konstantinompel.
Kerana saat itu sultan Turki Uthmaniyyah sedang gering maka utusan
kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus
menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup
mereka. Lalu pada akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan
persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun
sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan
beberapa orang yg cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh.
Meriam tersbut pula masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada
Sicupak. Pada masa selanjut sultan Turki Uthmaniyyah mengirimkan sebuha
bintang jasa kepada Sultan Aceh.
Kerajaan Aceh pula menerima kunjungan utusan Diraja Perancis. Utusan
Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yg
amat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut
pecah. Akhir mereka mempersembahkan seripah cermin tersbut sebagai
hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis Lombard mengatakan bahwa
Sultan Iskanda Muda amat menggemari benda-benda berharga. Pada masa itu
Kerajaan Aceh merupakan satu-satu kerajaan melayu yg memiliki Bale
Ceureumin atau Hall of Mirror di dalam Istananya. Menurut Utusan
Perancis tersebut Istana Kesultanan Aceh luas tak kurang dari 2
kilometer. Istana tersbut bernama Istana Dalam Darud Dunya. Didalam
meliputi Medan Khayali dan medan Khaerani yg mampu menampung 300 ekor
pasukan gajah. Sultan Iskandar muda juga memerintahkan utk memindahkan
aliran sungai Krueng Aceh hingga mengaliri istananya. Disanalah sultan
acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.
Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yg
terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naik 4 Sultanah berturut-turut
sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujudiyah. Padahal Seri Ratu
Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat Zilullahil Filalam yg
merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita yg amat cakap. Ia
merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan Iskandar Thani.
Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh Melayu Arab dan Parsi.
Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan 96an orang 1/4 diantara
adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah berlanjut hingga datang
fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan keberatan akan seorang
Wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah masa kejayaan wanita di
Aceh.
Pada masa perang dgn Belanda Kesultanan aceh sempat meminta bantuan
kepada perwakilan Amerika Serikta di Singapura yg disinggahi Panglima
Tibang Muhammad dalam perjalanan menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III
di Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman utk meminta bantuan
kepada Empayar Turki Uthmaniyyah. Namun Empayar Turki Uthmaniyyah kala
itu sudah mengalami masa kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur
tangan dalam urusan Aceh dan Belanda.
Hubungan dgn Barat - Inggris
Pada abad ke-16 Ratu Inggris Elizabeth I mengirimkan utusan bernama Sir
James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yg ditujukan:
"Kepada Saudara Hamba Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat perhiasan
yg tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik
"saudarinya" di Inggris dan mengizinkan Inggris utk berlabuh dan
berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim
hadiah-hadiah yg berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan
surat yg ditulis di atas kertas yg halus dgn tinta emas. Sir James pun
dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih".
Sultan Aceh pun membalas surat dari Ratu Elizabeth I. Berikut cuplikan
isi surat Sultan Aceh yg masih disimpan oleh pemerintah kerajaan Inggris
tertanggal tahun 1585:
I am the mighty ruler of the Regions below the wind who holds sway over
the land of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands
tributary to Aceh which stretch from the sunrise to the sunset.
(Hambalah sang penguasa perkasa Negeri-negeri di bawah angin yg
terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatra dan atas seluruh
wilayah wilayah yg tunduk kepada Aceh yg terbentang dari ufuk matahari
terbit hingga matahari terbenam).
Hubungan yg mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja
James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam
sebagai hadiah utk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih
terawat dan dikenal dgn nama Meriam Raja James.
Hubungan dgn Barat - Belanda
Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga
pernah mengirim surat dgn maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh
Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dgn mengirimkan
rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku
Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang Indonesia pertama
yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul Hamid sakit dan
akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dgn
dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun krn orang Belanda
belum pernah memakamkan orang Islam maka beliau dimakamkan dgn cara
agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat
sebuah prasasti yg diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran
Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Mulia Ratu
Beatrix.
Hubungan dgn Barat - Ottoman
Pada masa Iskandar Muda Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap
Sultan Kekaisaran Ottoman yg berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat
itu Sultan Ottoman sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh
terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus menjual sedikit
demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada
akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan persembahan mereka hanya
tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut
baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yg
cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula
masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa
selanjut Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan
Aceh.
Hubungan dgn Barat - Perancis
Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan
Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yg
sangat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut
pecah. Akhir mereka mempersembahkan serpihan cermin tersebut sebagai
hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis Lombard mengatakan bahwa
Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga. Pada masa itu
Kerajaan Aceh merupakan satu-satu kerajaan Melayu yg memiliki Balee
Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis
tersebut Istana Kesultanan Aceh luas tak kurang dari dua kilometer.
Istana tersebut bernama Istana Dalam Darud Do (kini Meuligo Aceh
kediaman Gubernur). Di dalam meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani
yg mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga
memerintahkan utk memindahkan aliran Sungai Krueng Aceh hingga mengaliri
istana (sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat mengalir tenang
di sekitar Meuligoe). Di sanalah sultan acap kali berenang sambil
menjamu tetamu-tetamunya.
Pasca-Sultan Iskandar Thani
Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yg
terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naik empat Sultanah
berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujudiyah.
Padahal Seri Ratu Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat Zilullahil
Filalam yg merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita yg amat
cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan
Iskandar Thani. Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh Melayu
Arab dan Parsi. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan 96
orang 1/4 di antara adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah
berlanjut hingga datang fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan
keberatan akan seorang wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah
masa kejayaan wanita di Aceh.
Datang Pihak kolonial Ke Aceh
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yg berkepanjangan sejak
awal abad ke-16 pertama dgn Portugal lalu sejak abad ke-18 dgn Britania
Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18 Aceh terpaksa
menyerahkan wilayah di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu
kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824 Perjanjian Britania-Belanda ditandatangani di mana
Britania menyerahkan wilayah di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania
mengklaim bahwa Aceh adl koloni mereka meskipun hal ini tak benar. Pada
tahun 1871 Britania membiarkan Belanda utk menjajah Aceh kemungkinan utk
mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
Perang Aceh
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan
karena:
1. Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858.
Dimana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli Langkat Asahan dan Serdang
kepada Belanda padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda ada
dibawah kekuasaan Aceh.
2. Belanda melanggar Siak maka berakhirlah perjanjian London (1824).
Dimana isi perjanjian London adl Belanda dan Inggris membuat ketentuan
tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dgn
garis lintang Sinagpura. Kedua mengakui kedaulatan Aceh.
3. Aceh menuduh Belanda tak menepati janji sehingga kapal-kapal Belanda
yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh ini disetujui
Inggris krn memang Belanda bersalah.
4. Di buka terusan Suez oleh Ferdinand de Lessep. Menyebabkan perairan
Aceh menjadi sangat penting utk lalulintas perdagangan.
5. Dibuat Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda yg isi
Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda utk mengambil tindakan di
Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Sumatera.
Belanda mengizinkan Inggris bebas berdagang di Siak dan menyerahkan
daerah di Guinea Barat kepada Inggris.
6. Akibat perjanjian Sumatera 1871 Aceh mengadakan hubungan diplomatik
dgn Konsul Amerika Italia Turki di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke
Turki 1871.
7. Akibat hubungan diplomatik Aceh dgn Konsul Amerika Italia dan Turki
di Singapura Belanda menjadikan itu sebagai alasan utk menyerang Aceh.
Wakil Presiden Dewan Hindia Nieuwenhuyzen dgn 2 kapal perang datang ke
Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tengtang apa yg
sudah dibicarakan di Singapura itu tetapi Sultan Machmud menolak utk
memberikan keterangan.
Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah
melakukan beberapa ancaman diplomatik. Sebuah ekspedisi dgn 3.000
serdadu yg dipimpin Mayor Jenderal Köhler dikirimkan pada tahun 1874
namun dikalahkan tentara Aceh di bawah pimpinan Panglima Polem dan
Sultan Machmud Syah yg telah memodernisasikan senjatanya. Köhler sendiri
berhasil dibunuh pada tanggal 10 April 1873
Ekspedisi kedua di bawah pimpinan Jenderal van Swieten berhasil merebut
istana sultan. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874
digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawot yg dinobatkan sebagai Sultan di
masjid Indragiri. Pada 13 Oktober 1880 pemerintah kolonial menyatakan
bahwa perang telah berakhir. Bagaimanapun perang dilanjutkan secara
gerilya dan perang fisabilillah dikobarkan di mana sistem perang gerilya
ini dilangsungkan sampai tahun 1904.
Pada masa perang dgn Belanda Kesultanan Aceh sempat meminta bantuan
kepada perwakilan Amerika Serikat di Singapura yg disinggahi Panglima
Tibang Muhammad dalam perjalanan menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III
di Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman utk meminta bantuan
kepada Kekaisaran Ottoman. Namun Kekaisaran Ottoman kala itu sudah
mengalami masa kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur tangan dalam
urusan Aceh dan Belanda.
Perang kembali berkobar pada tahun 1883. Pasukan Belanda berusaha
membebaskan para pelaut Britania yg sedang ditawan di salah satu wilayah
kekuasaan Kesultanan Aceh dan menyerang kawasan tersebut. Sultan Aceh
menyerahkan para tawanan dan menerima bayaran yg cukup besar sebagai
gantinya. Sementara itu Menteri Perang Belanda Weitzel kembali
menyatakan perang terbuka melawan Aceh. Belanda kali ini meminta bantuan
para pemimpin setempat di antara Teuku Umar. Teuku Umar diberikan gelar
panglima prang besar dan pada 1 Januari 1894 bahkan menerima dana
bantuan Belanda utk membangun pasukannya. Ternyata dua tahun kemudian
Teuku Umar malah menyerang Belanda dgn pasukan baru tersebut. Dalam
perang gerilya ini Teuku Umar bersama Panglima Polem dan Sultan terus
tanpa pantang mundur. Tetapi pada tahun 1899 ketika terjadi serangan
mendadak dari pihak Van Der Dussen di Meulaboh Teuku Umar gugur. Tetapi
Cut Nya Dien istri Teuku Ummar siap tampil menjadi komandan perang
gerilya.
Pada 1892 dan 1893 pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal
merebut Aceh. Dr. Snoeck Hurgronje seorang ahli Islam dari Universitas
Leiden yg telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin
Aceh kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka
diarahkan kepada para ulama bukan kepada sultan. Saran ini ternyata
berhasil. Dr Snouck Hurgronye yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman
Aceh utk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerja
itu dibukukan dgn judul Rakyat Aceh ( De Acehers). Dalam buku itu
disebutkan rahasia bagaimana utk menaklukkan Aceh.
Isi nasehat Snouck Hurgronye kepada Gubernur Militer Belanda yg bertugas
di Aceh adalah
1. Mengesampingkan golongan Keumala (yaitu Sultan yg berkedudukan di
Keumala) beserta pengikutnya.
2. Senantiasa menyerang dan menghantam kaum ulama.
3. Jangan mau berunding dgn para pimpinan gerilya.
4. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya.
5. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh dgn cara mendirikan
langgar masjid memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan
sosial rakyat Aceh.
Pada tahun 1898 J.B. van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh pada
1898-1904 kemudian Dr Snouck Hurgronye diangkat sebagai penasehat dan
bersama letnan Hendrikus Colijn (kelak menjadi Perdana Menteri Belanda)
merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M. Daud akhir meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903
setelah dua istri anak serta ibunda terlebih dahulu ditangkap oleh
Belanda. Kesultanan Aceh akhir jatuh seluruh pada tahun 1904. Istana
Kesultanan Aceh kemudian di luluhlantakkan dan diganti dgn bangunan baru
yg sekarang dikenal dgn nama Pendopo Gubernur. Pada tahun tersebut
hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz dimana dibentuk pasukan
marsuse yg dipimpin oleh Christoffel dgn pasukan Colone Macan yg telah
mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan hutan-hutan rimba raya Aceh
utk mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.
Taktik berikut yg dilakukan Belanda adl dgn cara penculikan anggota
keluarga Gerilyawan Aceh. Misal Christoffel menculik permaisuri Sultan
dan Tengku Putroe (1902). Van Der Maaten menawan putera Sultan Tuanku
Ibrahim. Akibat Sultan menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan
berdamai. Van Der Maaten dgn diam-diam menyergap Tangse kembali
Panglima Polem dapat meloloskan diri tetapi sebagai ganti ditangkap
putera Panglima Polem Cut Po Radeu saudara perempuan dan beberapa
keluarga terdekatnya. Akibat Panglima Polem meletakkan senjata dan
menyerah ke Lo Seumawe (1903). Akibat Panglima Polem menyerah banyak
penghulu-penghulu rakyat yg menyerah mengikuti jejak Panglima Polem.
Taktik selanjut pembersihan dgn cara membunuh rakyat Aceh yg dilakukan
dibawah pimpinan Van Daalen yg menggantikan Van Heutz. Seperti
pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2922 orang dibunuh yg
terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149 perempuan.
Taktik terakhir menangkap Cut Nya Dien istri Teuku Umar yg masih
melakukan perlawanan secara gerilya dimana akhir Cut Nya Dien dapat
ditangkap dan diasingkan ke Sumedang Jawa Barat.
Surat Perjanjian Pendek Tanda Menyerah Ciptaan Van Heutz
Van Heutz telah menciptakan surat pendek penyerahan yg harus
ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yg telah tertangkap dan menyerah.
Dimana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan Raja
(Sultan) mengakui daerah sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda. Raja
berjanji tak akan mengadakan hubungan dgn kekuasaan di luar negeri.
Berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yg ditetapkan Belanda.
(RH Saragih J Sirait M Simamora Sejarah Nasional 1987)
Bangkit Nasionalisme Aceh
Sementara pada masa kekuasaan Belanda bangsa Aceh mulai mengadakan
kerjasama dgn wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam
berbagai gerakan nasionalis dan politik. Sarekat Islam sebuah organisasi
dagang Islam yg didirikan di Surakarta pada tahun 1912 tiba di Aceh
pada sekitar tahun 1917. Ini kemudian diikuti organisasi sosial
Muhammadiyah pada tahun 1923. Muhammadiyah membangun sebuah sekolah
Islam di Kutaraja (kini bernama Banda Aceh) pada tahun 1929. Kemudian
pada tahun 1939 Partai Indonesia Raya (Parindra) membukan cabang di Aceh
menjadi partai politik pertama di sana. Pada tahun yg sama para ulama
mendirikan PUSA(Persatuan Ulama Seluruh Aceh) sebuah organisasi
anti-Belanda.
Perang Dunia II
Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat
Volksraad (parlemen) dibentuk Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil
pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh
gubernur Sumatra pertama Moehammad Hasan).
Seperti banyak penduduk Indonesia dan Asia Tenggara lain rakyat Aceh
menyambut kedatangan tentara Jepang saat mereka mendarat di Aceh pada 12
Maret 1942 krn Jepang berjanji membebaskan mereka dari penjajahan.
Namun ternyata pemerintahan Jepang tak banyak berbeda dari Belanda.
Jepang kembali merekrut para uleebalang utk mengisi jabatan Gunco dan
Sunco (kepala adistrik dan subdistrik). Hal ini menyebabkan kemarahan
para ulama dan memperdalam perpecahan antara para ulama dan uleebalang.
Pemberontakan terhadap Jepang pecah di beberapa daerah termasuk di Bayu
dekat Lhokseumawe pada tahun 1942 yg dipimpin Teungku Abdul Jalil dan di
Pandrah Jeunieb pada tahun 1944.
Masa Republik Indonesia- Aceh Tidak Termasuk Anggota Negara-negara
Bagian RIS
41 tahun kemudian semenjak selesai perang Aceh Indonesia diproklamasikan
oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata perjuangan utk
bebas dari cengkraman Belanda belum selesai sebelum Van Mook menciptakan
negara-negara boneka yg tergabung dalam RIS (Republik Indonesia
Serikat).
Dimana ternyata Aceh tak termasuk negara bagian dari federal hasil
ciptaan Van Mook yg meliputi seluruh Indonesia yaitu yg terdiri dari:
1. Negara RI yg meliputi daerah status quo berdasarkan perjanjian
Renville.
2. Negara Indonesia Timur.
3. Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatra Timur termasuk daerah status quo Asahan Selatan dan
Labuhan Batu
7. Negara Sumatra Selatan
8. Satuan-satuan kenegaraan yg tegak sendiri seperti Jawa Tengah
Bangka-Belitung Riau Daerah Istimewa Kalimantan Barat Dayak Besar Daerah
Banjar Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
9. Daerah.daerah Indonesia selebih yg bukan daerah-daerah bagian.
Yang terpilih menjadi Presiden RIS adl Soekarno dalam sidang Dewan
Pemilihan Presiden RIS pada tanggal 15-16 Desember 1949. Pada tanggal 17
Desember 1949 Presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS. Sedang
utk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta. Kabinet dan Perdana
Menteri RIS dilantik pada tanggal 20 Desember 1949.
Pengakuan Belanda Kepada Kedaulatan RIS Tanpa Aceh
Belanda dibawah Ratu Juliana Perdana Menteri Dr. Willem Drees Menteri
Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta
membubuhkan tandatangan pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh
Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember
1949. Pada tanggal yg sama di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan
RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yg sama Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu
upacara bersama-sama membubuhkan tandangan pada naskah penyerahan
kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Sekretariat Negara RI
1986)
Kembali Ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dgn persetujuan Parlemen (DPR) dan
Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang
Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan Undang-Undang
Darurat itu beberapa negara bagian menggabungkan ke RI sehingga pada
tanggal 5 April 1950 yg tinggal hanya tiga negara bagian yaitu RI NST
(Negara Sumatera Timur) dan NIT (Negara Indonesia Timur).
Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik
Indonesia hasil panitia bersama.
Pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS pada tanggal 15 Agustus 1950
Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pada hari itu juga Presiden Soekarno kembali ke
Yogya utk menerima kembali jabatan Presiden RI dari Pemangku Sementara
Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964
Sekretariat Negara RI 1986)
Maklumat Negara Islam Indonesia Aceh oleh Daud Beureueh
3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI Daud Beureueh di Aceh
memaklumatkan Negara Islam Indonesia di bawah Imam SM Kartosoewirjo pada
tanggal 20 September 1953.
Isi Maklumat NII di Aceh adalah: Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara
Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja maka lenjaplah kekuasaan
Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja digantikan oleh pemerintah
dari Negara Islam.
Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat bangsa asing pemeluk
bermatjam2 Agama pegawai negeri saudagar dan sebagainja:
1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia tetapi hendaklah
memberi bantuan dan bekerdja sama utk menegakkan keamanan dan
kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa bekerdjalah
dgn sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan lantjar.
3. Para saudagar haruslah membuka toko laksanakanlah pekerdjaan itu
seperti biasa Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage merusakkan harta vitaal
mentjulik merampok menjiarkan kabar bohong inviltratie propakasi dan
sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara. Siapa sadja jang
melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dgn hukuman Militer.
5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram laksanakanlah
kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yg beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka
jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2 dan agama
jang tuan peluk krn Islam memerintahkan utk melindungi tiap2 Umat dan
agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri. Achirnja kami
serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta
laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.
Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953
Daud Beureueh Menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila
Bulan Desember 1962 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo
Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas Gunung Geber di daerah
Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka Operasi
Bratayudha Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa Daulah
Pancasila setelah dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" atas
prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda Kolonel M.Jasin. (30 Tahun
Indonesia Merdeka 1950-1964 Sekretariat Negara RI 1986)
Hasan Di Tiro Mendeklarasi Negara Aceh Sumatera
14 tahun kemudian setelah Daud Beureueh menyerah kepada Penguasa Daulah
Pancasila Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember 1976
mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra. Bunyi deklarasi kemerdekaan
Negara Aceh Sumatra itu adalah:".
“ "Kepada rakyat di seluruh dunia:
Kami rakyat Aceh Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri dan
melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami dgn ini
mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik
pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa.
Atas nama rakyat Aceh Sumatra yg berdaulat.
Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh
Sumatra
4 Desember 1976" ”
“ "To the people of the world:
We the people of Acheh Sumatra exercising our right of
self-determination and protecting our historic right of eminent domain
to our fatherland do hereby declare ourselves free and independent from
all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien
people of the island of Java.
In the name of sovereign people of Acheh Sumatra. Tengku Hasan Muhammad
di Tiro. Chairman National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of
State Acheh Sumatra December 4 1976 ”
Akhir Konflik di Aceh - Operasi militer Indonesia di Aceh
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah Indonesia akhir berhasil
mencapai kesepakatan damai utk mengakhiri konflik berkepanjangan
tersebut.
Pada 26 Desember 2004 sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yg
melanda sebagian besar pesisir barat Aceh termasuk Banda Aceh dan
menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.
Di samping itu telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah NAD khusus di
bagian barat selatan dan pedalaman utk memisahkan diri dari NAD dan
membentuk 2 provinsi baru yg disebut Aceh Leuser Antara yg terdiri dari
Aceh Tengah Bener Meriah Gayo Lues Aceh Tenggara dan Aceh Singkil serta
Aceh Barat Selatan atau ABAS yg terdiri dari Nagan Raya Aceh Barat Daya
Aceh Selatan Simeulue Aceh Barat dan Aceh Jaya.
4 Desember 2005 diadakan Deklarasi bersama di Gelora Bung Karno Jakarta
yg dihadiri ratusan orang dan 11 bupati yg ingin dimekarkan wilayah dan
dilanjutkan dgn unjukrasa yg menuntut lepas 11 kabupaten tadi dari
Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah Indonesia akhir menandatangani
persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yg
telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
www.atjehproduction.com
BalasHapus